Press Release Segera Bebaskan 4 Tapol NRFPB di Sorong Tanpa Syarat!

Segera Bebaskan 4 Tapol NRFPB di Sorong Tanpa Syarat!

-

Pernyataan Sikap

Gerakan Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya

Tolak Pemindahan Empat Tahanan Politik NRFPB ke Makasar, Sulawesi Selatan dan Segera Bebaskan Tanpa Syarat!

Keempat aktivis Papua Merdeka dari organisasi Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), yakni: Abraham G. Gamam, Nikson Mai, Piter Robaha, dan Maksi sangkek yang ditangkap dan dipenjarakan secara sewenang-wenang oleh Kapolres Kota Sorong dan kroni-kroninya pada April 2025 lalu, saat ini tengah dipaksakan untuk proses persidangannya dipindahkan ke Kota Makasar, Sulawesi Selatan. Alasan pemindahan sangat tidak jelas dan murni dibuat-buat.

Menurut keterangan dari Kejaksaan Negeri Kota Sorong pada 11 Agustus 2025, bahwa alasan pemindahan keempat Tapol dari Kota Sorong ke Kota Makasar adalah berdasarkan rekomendasi dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompida) Provinsi Papua Barat Daya. Disampaikan bahwa Kota Sorong dalam kondisi tidak aman karena gangguan keamanan serta bencana alam. Namun ini sepenuhnya tidak mendasar sama sekali.

Kota Sorong hingga saat ini tidak ada bencana apapun, kecuali sunami setinggi 0,5 meter beberapa waktu lalu dan banjir-banjir yang menggenangi beberapa titik (bukan seluruhnya, termasuk Kantor Kejaksaan Negeri juga aman) yang menjadi masalah klasik di Kota Sorong. Terpantau hingga hari ini, semua aktivitas masyarakat lancar dan damai, termasuk pusat-pusat belanja, keramaian, dan perkantoran. Sehingga argumen bencana alam adalah argumen yang tidak tepat dan murni dibuat-buat tanpa bukti yang jelas.

Kedua, alasan keamanan adalah alasan yang tidak mendasar sama sekali. Kota Sorong hingga saat ini tidak ada operasi militer maupun konflik senjata. Tidak juga ada perang atau aktivitas terorisme lainnya. Semua masalah yang terjadi di Kota Sorong saat ini hanyalah kriminalitas tingkat sedang seperti yang juga dialami oleh semua kota-kota besar di Indonesia, termasuk Makasar. Di Sorong, seperti halnya juga Makasar, juga terjadi pencurian, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Dan dalam konteks ini termasuk pelanggaran tingkat ringan yang tidak ada urgensi apapun untuk sebuah sidang dipindahkan ke kota lain sebagaimana tertuang dalam KUHP maupun hukum acara pidana di Indonesia, atau yang tertuang dalam Pasal 85 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.

Apabila argumentasi Forkompida adalah potensi konflik yang akan ditimbulkan saat sidang nanti, maka alasan itu justru menunjukkan secara jelas rekayasa apa yang akan terjadi saat sidang nanti.

Seharusnya, jika percaya diri bahwa tindakkan polisi dan Forkompida adalah benar dalam menahan keempat Tapol, maka sidang harus dilansungkan di Kota Sorong. Jika tidak, maka secara jelas menunjukkan ketidakberesan dalam penahanan sewenang-wenang keempat Tapol NRFPB.

Keluarga Tapol, rakyat Kota Sorong, rakyat Papua, dan Solidaritas Peduli Demokrasi se-Sorong Raya (SPDSR) yang dibentuk untuk mengawal kasus keempat Tapol adalah manusia-manusia yang cinta damai. Ini terbukti dengan sejak ditahannya keempat Tapol, tidak ada satu pun tindakkan anarkis yang dilakukan. Terhitung kurang dari 4 kali Solidaritas mendatangi Kantor Polresta Kota Sorong dan tujuh kali melakukan konsolidasi guna mengawal proses hukum keempat Tapol.

Tapi, sekali lagi, ini bukan merupakan suatu kejahatan. Sebab, itu merupakan jalur advokasi rakyat melalui jalan non litigasi, sekaligus juga merupakan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana diatur oleh Konstitusi Negara melalui Undang-Undang No. 9 tahun 1998. Sehingga dari mana dikatakan bahwa “untuk alasan keamanan, sidang harus dipindahkan ke Makasar”? Tidak jelas sama sekali!

Mengapa Polisi dan Forkompida begitu yakin ada potensi konflik? Jika Polisi dan Forkompida di pihak yang benar, mengapa justru takut? Kita tahu bahwa proses penahanan hingga pelimpahan berkas ke Kejaksaan hari ini jelas-jelas merupakan upaya cari-cari kesalahan kepada orang yang tidak bersalah, yaitu keempat Tapol. Keempat Tapol adalah pejuang hak asasi manusia dan keadilan lingkungan di tanah Papua; mereka juga adalah anak negeri Papua; perjuangan mereka juga melalui jalur damai, yaitu mengantar surat perundingan damai tanpa senjata; lalu darimana mereka disalahkan?

Apakah mengatar surat adalah tindakkan makar seperti yang dituduhkan oleh Polisi dan Forkompida Papua Barat Daya? Apakah menginginkan sebuah damai dan keadilan adalah makar? Inilah kelemahan dari tuduhan Polisi dan Forkompida kepada keempat Tapol NRFPB. Fakta ini dibuktikan dengan pengembalian berkas oleh Kejaksaan Negeri Kota Sorong beberapa waktu lalu dengan argumentasi kurangnya bukti atas tuduhan terhadap keempat Tapol.

Selanjutnya, juga sangat jelas bahwa aktivitas pengantaran surat perundingan damai oleh Bapak Abraham G. Gamam dan kawan-kawan adalah juga dilakukan oleh sayap NRFPB di beberapa wilayah lain di seluruh tanah Papua seperti Wamena, Jayapura, dan seterusnya. Tetapi mengapa wilayah-wilayah lain tidak diperhadapkan pada status hukum yang sama? Apakah hukum di Wamena, Jayapura, dan sebagianya, berbeda dengan Kota Sorong?

Inilah lemahnya dalil atau alasan yang mendasari tuduhan Polisi terhadap keempat Tapol NRFPB di Kota Sorong. Lebih penting, menangkap orang yang menyampaikan pikiran dan pendapat secara damai, bahkan hanya dengan mengantar surat, adalah bukti matinya demokrasi di Papua secara khusus dan Indonesia secara keseluruhan setelah perjuangan heroik tahun 1998 rakyat Indonesia untuk menegakkan demokrasi dari pembungkaman Soeharto yang reaksioner.

Selanjutnya, sikap Gubernur Papua Barat Daya yang mempersilahkan pihak Kepolisian untuk menangkap dan menahan keempat aktivis Papua yang menyampaikan pikiran dan pendapat secara damai adalah tindakkan anti demokrasi. Ajakan untuk berunding bukanlah tindakkan kriminal, sehingga tidak sepatunya ditanggapi dengan tangan besi sebagaimana dipertontonkan oleh pihak Kepolisian serta Forkompida Papua Barat Daya dibawah pimpinan Gubernur, Elisa Kambu.

Oleh karena itu, kami dari Front Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi Sorong Raya menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama: Menolak Pemindahan Lokasi Persidangan Keempat Tahanan Politik Papua dari Kota Sorong ke Pengadilan Ngeri Makasar!

Kedua: Mendesak Gubernur beserta Forkompida Provisi Papua Barat Daya untuk mencabut rekomendasi yang telah diberikan kepada Pengadilan Negeri Kota Sorong untuk persidangan dipindahkan ke Kota Makasar karena tidak disertai dengan alasan hukum yang jelas dan penuh penipuan sesaat!

Ketiga: Mendesak agar Keempat Tahanan Politik harus dipindahkan dari Rutan Polresta menuju Pengadilan Negeri Kota Sorong karena telah melewati batas waktu penyelidikan sesuai regulasi yang berlaku di Indonesia.

Keempat: Mendesak kepada Kejakssan Agung untuk membatalkan “Fatwa Persidangan” dari Kejaksaan Negeri Kota Sorong terkait rencana pemindahan Keempat Tahanan Politik Papua ke Makasar, Sulawesi Selatan.

Kelima: Tidak ada alasan dan tidak ada bukti: maka bebaskan Keempat Tahanan Politik Tanpa syarat!

Keenam: Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua Barat Sebagai Solusi Demokratis!

Demikian pernyataan sikap ini kami bacakan untuk menjadi perhatian kita bersama. Apabila tidak diindahkan, maka kami siap memobilisasi massa lebih besar lagi dan turun ke jalan sampai tuntutan kami dipenuhi. Atas perhatian kami sampaikan terima kasih.

Salam Demokrasi!

Sorong, 22 Agustus 2025

Koordinator Umum: Simon Nauw

***

Video aksi Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya bisa dinonton disini.

Foto-foto aksi:

Seorang massa aksi memegang poster Tapol NRFPB. Foto: dokumentasi Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya.
Seorang massa aksi memegang poster Tapol NRFPB. Foto: dokumentasi Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya.

Massa aksi sedang menuju titik aksi. Foto: dokumentasi Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya.
Massa aksi sedang menuju titik aksi. Foto: dokumentasi Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya.

Korlap mengarahkan massa aksi. Foto: dokumentasi Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya.
Korlap mengarahkan massa aksi. Foto: dokumentasi Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya.

 

Redaksi Lao-Lao
Teori pilihan dan editorial redaksi Lao-Lao

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

MAI-Papua: Segera Bebaskan 4 Tapol NRFPB Tanpa Syarat!

Pernyataan Sikap Masyarakat Adat Independen Papua (MAI-Papua) Tolak Pemindahan 4 Tapol...

Segera Bebaskan 4 Tapol NRFPB di Sorong Tanpa Syarat!

Pernyataan Sikap Gerakan Solidaritas Pro Demokrasi Sorong Raya Tolak Pemindahan Empat Tahanan Politik NRFPB ke Makasar, Sulawesi Selatan dan Segera Bebaskan...

Belajar Gerakan Kedaulatan Diri Owadaa dari Meeuwodide (Bagian 3)

Selama dua minggu di negeri orang Mee pada April 2024, saya dua kali menginjakkan kaki di Enarotali, ibukota Kabupaten...

KKP Itu Tirani Baru Atas Luka Lama Papua

Papua bukan sekadar wilayah di ujung timur Indonesia—ia adalah ruang luka, ruang harapan, dan ruang perlawanan terbuka dunia. Selama...

Kritik Terhadap Agama di Papua

Masalah agama adalah masalah yang tidak bisa diabaikan oleh siapapun yang mengingingkan perubahan dalam suatu masyarakat. Sebab, bagaimana pun...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan