Analisa Harian Krisis Air Bersih di Kampung Yoka, Kota Jayapura

Krisis Air Bersih di Kampung Yoka, Kota Jayapura

-

Kampung Yoka, sebuah kampung yang terletak di pinggiran Danau Sentani dan di kaki Pegunungan Cyclops, Jayapura, selama ini dikenal dengan kekayaan alam dan budayanya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Kampung Yoka menghadapi kenyataan pahit: krisis air bersih yang kian mengancam kehidupan sehari-hari mereka. Fenomena ini bukan terjadi secara tiba-tiba. Ia merupakan akibat dari kombinasi kompleks antara perubahan iklim, kerusakan lingkungan, serta minimnya perhatian terhadap infrastruktur dasar, terutama sistem penyediaan air bersih.

Penyebab Krisis Air Bersih

Perubahan iklim global telah memberikan dampak langsung terhadap pola cuaca di tanah Papua. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa terjadi pergeseran musim hujan dan musim kemarau yang tidak menentu di wilayah Papua, termasuk Jayapura. Akibatnya, kampung-kampung yang bergantung pada sumber mata air alami, seperti Kampung Yoka, mengalami penurunan debit air yang signifikan.

Selain itu, deforestasi di kawasan Pegunungan Cyclops menjadi salah satu faktor penting yang memperparah krisis. Laporan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Papua tahun 2023 menunjukkan bahwa hutan lindung di kawasan ini terus tergerus oleh aktivitas pembukaan lahan, pembalakan liar, dan pembangunan. Hutan yang seharusnya menjadi spons alami untuk menyerap dan menyimpan air hujan, kini kehilangan fungsinya. Air tidak lagi tertahan di lapisan tanah, tetapi langsung mengalir menjadi limpasan permukaan, yang menyebabkan sumber air cepat mengering di musim kemarau dan banjir di musim hujan.

Pemerintah Provinsi Papua melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) juga telah memperkirakan potensi ancaman krisis air di Kota Jayapura, yang mulai dapat dirasakan sejak tahun 2020. Dan inilah yang sudah terjadi saat ini.

Infrastruktur air bersih yang ada di Kampung Yoka pun tidak memadai. Banyak warga masih mengandalkan sumur tradisional dan mata air alami yang tidak terlindungi dari pencemaran. Tidak adanya sistem distribusi air bersih dari pemerintah membuat masyarakat harus berjalan, jauh untuk mengambil air, yang belum tentu layak konsumsi.

Dampak Krisis Air Bersih

Banyak aktivitas masyarakat masyarakat terganggu karena krisis air bersih di Jayapura. Dan itu juga sangat nyata di Kampung Yoka dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Kesulitan akses air bersih menjadi beban harian, terutama bagi ibu-ibu dan anak-anak. Dalam wawancara dengan beberapa warga setempat, mereka mengaku harus berjalan lebih dari satu kilometer hanya untuk mendapatkan seember air bersih.

Masalah ini tidak hanya berdampak pada kehidupan domestik, tetapi juga pada kesehatan masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Jayapura mencatat peningkatan kasus penyakit kulit, diare, dan infeksi saluran pencernaan yang berkaitan dengan penggunaan air yang tidak higienis. Kekurangan air bersih juga memengaruhi kebersihan lingkungan dan kualitas hidup secara umum.

Secara ekonomi dan sosial, krisis ini memperlambat produktivitas. Aktivitas pertanian kecil dan peternakan terganggu karena minimnya air untuk irigasi dan kebutuhan ternak. Waktu yang seharusnya digunakan untuk kegiatan produktif justru habis untuk mencari air. Hal ini memperburuk ketimpangan sosial dan membuat masyarakat kian rentan terhadap kemiskinan.

Tanggapan Masyarakat

Warga Kampung Yoka menunjukkan keprihatinan yang mendalam terhadap kondisi ini. Ada kekhawatiran besar bahwa jika situasi ini tidak segera ditangani, generasi mendatang akan tumbuh dalam kondisi yang lebih buruk. Banyak tokoh adat dan pemuda desa mulai menyuarakan kebutuhan akan perubahan, baik dalam bentuk kebijakan maupun kesadaran kolektif.

Beberapa inisiatif lokal pun mulai muncul. Masyarakat melakukan penghijauan secara swadaya, membersihkan sumber mata air, dan mendiskusikan solusi dalam forum kampung. Mereka juga mengikuti pelatihan yang diberikan oleh organisasi lingkungan untuk memahami dampak perubahan iklim dan bagaimana cara mitigasinya.

Namun, semua ini belum cukup jika tidak mendapat dukungan sistemik dari pemerintah dan pihak terkait.

Peran Pemerintah dan Pihak Lain

Pemerintah memiliki tanggung jawab utama untuk menjamin hak dasar masyarakat, termasuk akses terhadap air bersih. Sayangnya, hingga kini intervensi pemerintah di Kampung Yoka masih sangat terbatas. Proyek penyediaan air bersih sering tidak berkelanjutan, dan tidak memperhatikan kondisi geografis serta kearifan lokal.

Diperlukan komitmen yang lebih besar dari pemerintah daerah dan pusat untuk memperbaiki infrastruktur air, membangun sistem distribusi yang layak, serta menjaga kawasan hulu dari eksploitasi. Selain itu, sinergi dengan organisasi masyarakat sipil dan lembaga internasional perlu diperkuat untuk mendukung inisiatif masyarakat dan meningkatkan kapasitas lokal dalam menghadapi krisis.

Penting pula membangun kesadaran kolektif di kalangan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan sebagai sumber kehidupan. Pendidikan iklim dan pelibatan anak muda dalam kampanye pelestarian lingkungan harus menjadi bagian dari strategi jangka panjang.

Solusi dan Harapan

Solusi terhadap krisis air bersih di Kampung Yoka tidak bisa bersifat parsial. Ia harus mencakup:

Pertama: Pembangunan infrastruktur air berkelanjutan, seperti instalasi penampungan air hujan, sumur dalam yang terlindungi, dan sistem distribusi berbasis energi terbarukan.

Kedua: Perlindungan kawasan hulu dan konservasi hutan, dengan memberdayakan masyarakat adat sebagai penjaga kawasan Pegunungan Cyclops dan memberikan insentif atas jasa lingkungan.

Ketiga: Pendidikan dan kesadaran perubahan iklim, dengan memasukkan isu ini dalam kurikulum lokal dan program komunitas.

Keempat: Kemitraan multipihak, melibatkan pemerintah, LSM, sektor swasta, dan lembaga adat dalam perencanaan dan pelaksanaan solusi.

Harapan kami sebagai masyarakat Kampung Yoka adalah agar suara kami didengar dan kondisi ini segera ditangani. Air bukan hanya kebutuhan, tapi sumber kehidupan. Jika tidak ada tindakan segera, maka bukan hanya air yang hilang, tetapi juga harapan dan masa depan kami.

Sudah saatnya perubahan iklim dan krisis air tidak lagi dipandang sebagai isu global semata, tetapi sebagai kenyataan lokal yang memerlukan solusi nyata, cepat, dan berkelanjutan.

***

Mirah Lanio Wenda
Penulis adalah mahasiswa jurusan Hubungan Internasional (HI) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), Universitas Cenderawasih (Uncen).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kirim Donasi

Terbaru

KKP Itu Tirani Baru Atas Luka Lama Papua

Papua bukan sekadar wilayah di ujung timur Indonesia—ia adalah...

Kritik Terhadap Agama di Papua

Masalah agama adalah masalah yang tidak bisa diabaikan oleh siapapun yang mengingingkan perubahan dalam suatu masyarakat. Sebab, bagaimana pun...

Kekerasan Negara Terhadap Warga Berambut Gimbal di Papua

Tanah Papua terus menjadi saksi bisu atas kekerasan yang terjadi dalam bayang-bayang operasi militer. Di sejumlah wilayah yang disebut...

Perang West Papua Tiada Ujung

Prabowo Subianto pertama kali menorehkan nama sebagai pimpinan militer Indonesia lewat upaya menjegal perjuangan kemerdekaan Timor Timur. Kini dia...

Buku Saku: Apa Kabar ULMWP?

Kami terbitkan buku saku terbaru Apa Kabar ULMWP? bertepatan pada sidang KTT MSG hari ini, Senin, 23 Juni 2025...

Rubrikasi

Konten TerkaitRELATED
Rekomendasi Bacaan